Jangan Terjebak Spanduk, Diruang Hantu Para Balon Walkot “Kodok” Pemikiran Kota Tasik ke Depan
Kota.Tasik (kilangbara.com)-Sejumlah figur yang disebut-sebut sebagai bakal calon (balon) Walikota Tasikmalaya. Hadir, dalam kegiatan diskusi publik yang diinisiasi oleh Komunitas Cermin Tasikmalaya, Minggu malam 21 Juli 2024. Di Studio Komunitas Cermin Tasikmalaya, Jalan Pemuda Kota Tasikmalaya.
Ketua Komunitas Cermin Tasikmalaya, Acong menuturkan. Pihaknya, sengaja mengundang para balon Walikota itu. Diantaranya, ada Diky Chandra, Agus Wahyudin (AW), Aminudin dan Arif Hidayat. Dengan, harapan dalam diskusi tersebut bisa punya pemikiran. Bagaimana, tentang berbagai persoalan yang terjadi di Kota Tasikmalaya.
“Bagaimana mereka bisa merespon berbagai persoalan dan solusinya. Tentunya, jangan terjebak dalam gemerlap spanduk para calon dijalan. Sehingga, diruang hantu ini kami “kodok” (ambil) pemikirannya bagaimana tentang Kota Tasik ke depan,”pintanya.
Tema diskusi itu, terang Acong adalah ketahanan budaya versus kerawanan sosial. Narasumbernya, Diky Chandra, AW dan Arif Hidayat. Namun, sayangnya KH Aminudin berhalangan hadir. Dalam, diskusi itu berjalan seru dengan pemikiran para narasumber tersebut. Apalagi, ada interaksi dialog dengan sejumlah auden. Bahkan, dalam diskusi itu dihadiri oleh para budayawan, seniman, pemerhati seni dan lainnya.
“Kami terminologikan tempat ini sebagai ruang hantu. Ruangannya, kosong sebab ditinggalkan oleh OPD yang sudah pindah. Pemilik asetnya itu Pemkab Tasikmalaya, daripada kosong mendingan dimanfaatkan. Guna, diskusi publik para balon Walikota Tasikmalaya,”ungkapnya.

Sementara itu dalam diskusi tersebut, Diky Chandra menyampaikan ketahanan budaya itu. Jangan, hanya dilihat sebatas seni dan budaya saja. Karena, sebenarnya memiliki makna yang luas. Didalamnya, ada etos kerja, karakter masyarakat ataupun ciri khas budaya dari kearifan lokal.
Sedangkan, Agus Wahyudin menyikapi ketahanan budaya itu bisa dilakukan. Apabila, dapat menjadi pemimpin diri sendiri. Ketahanan budaya, bukan dilakukan oleh satu orang tapi harus semua orang. Contohnya, kenapa Yogyakarta dapat mempertahankan budayanya.
Adapun, Arif Hidayat menambahkan dirinya menilai. Bahwa, cagar budaya yang ada di Kota Tasikmalaya kurang diperhatian selama ini. Padahal itu merupakan simbol sejarah yang pernah terjadi masa lalu. Contohnya, tugu koperasi yang notabenenya dulu jadi tempat kongres pertama koperasi di Indonesia.
“Bahkan dulu dihadiri oleh Bung Hatta. Tapi, lihat sekarang kondisinya itu sangat memprihatinkan. Lalu, ada Penginapan Sunda di Jalan Tarumanagara, Pak Hatta dulu menginap disana waktu hadir di kongres koperasi. Kami, ingin penginapan tersebut bisa dikomersilkan tanpa menghilangkan sejarahnya,”pintanya.(AR)

