William Soemita, Wakil Presiden Suriname Periode 1988-1990 Keturunan Tasikmalaya

William “Willy” Soemita, Wakil Presiden Suriname periode 1988-1990. Ternyata merupakan salah satu keturunan Tasikmalaya. Pria tersebut, pernah juga menjabat sebagai menteri sosial dan menteri pertanian dinegara Suriname. Ayahnya, Iding Soemita lahir di Cikatomas, Tasikmalaya. Dulunya, Iding dari Tasikmalaya berangkat ke Suriname sebagai pekerja kontrak. Bahkan, pada tahun 1929 mendirikan Partai Kaum Tani Persatuan Indonesia (sekarang Kerukunan Tulodo Prenatan Inggil). Iding, meninggal dunia 23 September 2022 dalam usia 93 tahun. Sedangkan William, 23 September 2022 diusia 86 tahun.

Mungkin, tidak banyak yang tahu tentang sosok Iding tersebut. Pria itu, ternyata bisa tampil menjadi simbol perekat persatuan puluhan ribu buruh, asal Jawa Indonesia yang ada di negara Suriname.

Suriname, merupakan salah satu koloni Belanda di Amerika Selatan. Daerahnya itu, berbatasan dengan Brazilia dan punya beragam hasil perkebunan dan pertambangan. Pada 1890, Pemerintah Hindia-Belanda mengirim orang-orang dari Pulau Jawa untuk dipekerjakan menjadi buruh kontrak disana.

Iding, saat dikirim ke Suriname pada 1925. Bareng dengan, mayoritas buruh yang berasal dari desa-desa yang tersebar diseluruh pelosok Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara buruh asal Jawa Barat hanya menempati sebagian kecilnya. Diantara, minoritas suku Sunda yang dikirim ke Suriname itu, diisi buruh asal Tasikmalaya.

Gelombang migrasi buruh asal Tasikmalaya, ke Suriname terjadi secara bertahap dari tahun 1897 sampai 1939. Mereka, berasal dari berbagai distrik seperti Tasikmalaya, Singaparna, Banjar, Ciawi, Manonjaya, Panjalu, Taraju, Karangnunggal, Kawali, Indihiang, Rancah, Cikatomas dan Pangandaran. Buruh, asal Tasikmalaya yang dikirim ke Suriname berjumlah 284 orang dari total 32.956 buruh asal Pulau Jawa, terdiri dari 114 laki-laki dan 70 perempuan, termasuk anak-anak.

Mereka dipekerjakan dilahan-lahan perkebunan tebu, kakau (coklat), kopi dan tambang boksit. Bersama imigran Sunda lainnya, buruh asal Tasikmalaya meleburkan diri dalam budaya Jawa yang menjadi latar belakang budaya mayoritas. Meski, berada ditengah dominasi Jawa, buruh asal Tasikmalaya telah menoreh karya sejarah yang berharga, bagi bangsa Jawa di Suriname. Lewat, Iding Soemita dengan sosok kharismatik yang sukses mempelopori perjuangan hak-hak politik bangsa Jawa di Suriname.

Iding, tiba di Suriname pada 25 Oktober 1925 dan bekerja sebagai perawat di perkebunan gula Marienburg dan Zoelen. Nama, Iding Soemita menjulang diantara puluhan ribu buruh asal Jawa di Suriname. Kiprahnya dimulai saat pria asal Desa Bengkok Cikatomas itu, mengusulkan kepada rekan-rekannya untuk menghimpun dana pemakaman secara gotong royong. Dana pemakaman itu, nantinya akan digunakan untuk orang-orang Jawa yang meninggal. Agar, dapat dikuburkan secara layak dan terhormat. Usulan Iding disepakati seluruh buruh kontrak Jawa di Malbork.

Keberhasilan Iding mengorganisasi dana pemakaman, rupanya berkembang menjadi sebuah wacana progresif mengenai semangat pergerakan. Iding, berhasil membangkitkan kesadaran bangsa Jawa Suriname, mengenai gotong royong, toleransi, dan kebersamaan.

Sebagai sosok antikolonial, Iding tampil ke depan mendampingi para pekerja yang terkena sanksi pidana. Akibat, bolos kerja atau perselisihan perburuhan. Iding, berangsur menjadi pemimpin politik yang disegani. Ketika, menyuarakan gerakan pulang ke Tanah Air yang dikenal Moelih n’ Djawa pada 1933.

Ketidakkonsistenan pemerintah kolonial tentang pemulangan kuli kontrak ke Jawa itu. Setelah, kontraknya habis lima tahun dan ditengarai menjadi alasan munculnya gerakan ini. Puncaknya, terjadi pada tahun 1946, Iding bersama rekan sesesama buruhnya mendirikan perhimpunan pergerakan bernama Persatuan Indonesia (PI).

Agenda politik PI, adalah menuntut kepada pemerintah Belanda. Agar, segera memulangkan buruh kontrak Jawa Suriname ke tanah air atau lebih dikenal sebagai politik “Nagih Djangjie”. Guna untuk menopang perjuangan PI, Iding membentuk kelompok militan bernama “Benteng Hitam” dan Pagar Rakyat Indonesia Suriname (PRIS).

Pada 1948, Iding mengubah nama PI menjadi “Kaoem Tani Persatoean Indonesia” (KTPI) dan mendeklarasikannya sebagai partai politik sekaligus ketuanya. Bahkan, KTPI tampil menjadi partai politik yang mewadahi perjuangan politik bangsa Jawa di Suriname. KTPI turut berpartisipasi dalam gelaran Pemilu Suriname tahun 1949 didistrik Commewijne.

Dalam kontestasi tersebut, Iding berhasil mendapatkan jatah kursi parlemen dengan perolehan 2.325 suara. Di Parlemen, Iding aktif terlibat dalam setiap perundingan dengan Belanda terkait kemerdekaan Suriname. Iding Soemita, meninggal dunia di Suriname, 18 November 2001 pada usia 93 tahun.

Perlu diketahui, anaknya Iding Soemita yakni Willy Soemita pernah menjabat sebagai menteri sosial dan menteri pertanian. Bahkan, kemudian menjabat menjadi Wakil Presiden Suriname, 25 Januari 1988-24 Desember 1990.

Sumber : jernih.co dan soekapoera.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!